Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi)
Hukum Pernikahan Wanita Hamil, Berdasarkan Al-Quran dan Hadits dan Para Ulama.
ainunfiqihkontemporer.blogspot.com |
Untuk lebih jelasnya kita perhatikan dasar pertimbangan wanita yang menikah disaat hamil Berdasarkan :
A. Al qur’an
Ayat tersebut menyatakan bahwa seorang wanita penzina bisa menikah
dengan laki-laki yang menzinainya maupun yang tidak menzinainya
Qs. An Nisa Ayat 24_ainunfiqihkontemporer.blogspot.com |
“Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami,
kecuali budak-budak perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai
ketetapan Allah atas kamu. Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan)
yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan
untuk berzina. Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka,
berikanlah maskawinnya kepada mereka, sebagai suatu kewajiban. Tetapi tidak
mengapa jika ternyata di antara kamu telah saling merelakannya, setelah
ditetapkan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana” (An Nisa
ayat 24)
B. Hadits rasulullah SAW
Berdasarkan
hadits rasul, wanita yang hamil boleh menikah dengan laki-laki yang
menzinahinya maupun yang tidak menzinahinya sebagaimana hadits berikut ini :
“Seorang laki-laki yang dihukum jilid (cambuk) tidak akan menikah
kecuali dengan yang serupa (wanita pelaku zina)”. (HR
Abu Dawud)
Hadist
yang lain juga menyebutkan bahwa hukum wanita yang menikah saat hamil adalah
sah karena perbuatan zina yang haram hukumnya tidak menghalangi perbuatan yang
halal yakni menikah.
Perbuatan yang haram (zina) itu tidak menyebabkan haramnya perbuatan yang halal (HR Ibn Majah)
C. Menurut Pendapat Ulama
Selain
disebutkan dalam Al qur’an dan hadits, hukum menikah di saat hamil juga
diutarakan oleh beberpa ulama. Para ulama memiliki pendapat yang berbeda sesuai
dengan mahzab yang dianut. Berikut ini adalah pendapat ulama mengenai hukum
menikah di saat hamil:
- Ulama syafi’iah
Ulama
Syafi’iah berpendapat, bahwa hukum wanita yang disaat hamil adalah sah selama
tidak ada dalil yang melarangnya. Imam syafiiah juga menjelaskan bahwa wanita
yang hamil boleh menikah dengan laki-laki yang menghamilinya maupun yang tidak
menghamilinya. Pernikahan yang dilakukan wanita meskipun dalam keadaan hamil
diperbolehkan menurut mahzab syafiiyah selama pernikahan tersebut memenuhi
syarat nikah dan adanya ijab kabul. Ulama syafiiah juga berpendapat bahwa
wanita hamil tidak memiliki masa iddah.
- Ulama Hanabilah
Berbeda
dengan ulama Syafiiah, ulama Hanabilah tidak sependapat. Ulama Hanabiyah
menyebutkan bahwa tidaklah sah pernikahan wanita dalam keadaan hamil dan sang
wanita baru boleh menikah setelah lewat masa iddahnya yakni setelah melahirkan
bayi dalam kandungannya. Jika wanita tetap menikah dalam keadaan hamil maka
pernikahan itu tidak sah menurut ulama Hanabilah.
- Ulama malikiyah
Ulama
malikiyah juga sependapat dengan ulama hanabilah bahwa wanita yang hamil
memiliki masa iddha atau masa tunggu yang dikenal dengan sebutan istibra. Masa
istibra seorang wanita hamil adalah sampai melahirkan sementara wanita pezina
yang tidak hamil masa istibranya hingga tiga kali masa haidnya lewat.
Pernikahan wanita hamil dengan laki-laki yang menghamili ataupun bukan,
tidaklah sah sampai wanita tersebut melahirkan.
- Ulama Hanafiyah
Ulama
hanafiyah berpendapat bahwa pernikahan wanita saat hamil hukumnya sah apabila
ia menikah dengan laki-laki yang menghamilinya dan memenuhi syarat maupun akad
nikah. Ulama Hanafiyah berpendapat demikian karena mengacu pada ayat Al qur’an
bahwa wanita yang hamil bukanlah salah satu wanita yang haram untuk dinikahi.
Hal ini disebutkan dalam Al qur’an surat An Nisa ayat 23
Qs. An Nisa Ayat 23_ainunfiqihkontemporer.blogspot.com |
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu
yangperempuan; saudara-audaramu yang perempuan, saudara-saudara
bapakmuperempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan
darisaudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,tetapi jika kamu belum
campur dengan isterimu itu (dan sudah kamuceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu)isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
dan menghimpunkan (dalamperkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang
telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
MahaPenyayang,”(Q.S An-Nisa 23 )
- Menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam)
Pernikahan wanita saat hamil juga disebutkan dalam kompilasi hukum islam dan hukumnya diperbolehkan dengan menimbang segala manfaat dan mudharatnya. Berikut adalah bunyi pasal 53 yang mengatur pernikahan wanita yang hamil akibat zina.
a. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
b. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
c. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil,tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Demikianlah
hukum menikah saat hamil berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan dalam
Alqur’an, hadits, pendapat ulama dan kompilasi hukum islam. Dapat disimpulkan
bahwa hukum menikah saat hamil dibolehkan sebagaimanahukum menikahi wanita
hamil demi menjaga kemaslahatan bersama dan melindungi kehormatan seseorang
namun sebaiknya hindarinikah siri. Setelah melakukan kesalahan maka baik wanita
maupun pria harus bertobat dan memohon ampun atas apa yang telah dilakukan.
Memohon ampun dan jangan berputus asa akan rahmat Allah akan menghindarkan kita
daripenyebab hati gelisah. Bagi mereka yang belum menikah ada baiknya menjaga
diri dari perbuatan zina dan ketahuilah caramencari jodoh dalam islam sertakriteria
calon istri yang baik dankriteria calon suami yang baik dengan cara
Ta’aruf.
Referensi
: dalamislam.com
No comments:
Post a Comment