Monday, 20 July 2020

QURBAN VS AQIQAH dalam Al Quran dan Hadis

Perbedaan Kurban dan Aqiqah dalam Al Quran dan Hadis

Perbedaan antara kurban dan aqiqah masih menjadi persoalan yang membingungkan di masyarakat. Pantas saja karena secara dhohir, kurban dan aqiqah memiliki kesamaan yaitu menyembelih hewan (dalam hal ini baik berkurban maupun aqiqah boleh menggunakan hewan jantan maupun betina, namun untuk aqiqah hanya menggunakan kambing dan sejenisnya saja) serta sama-sama berhukum sunnah muakkad. Padahal, kurban dan aqiqah sangatlah berbeda.

Dilihat Dari Pengertian Kurban dan Aqiqah
Asal kata kurban yaitu qariba- yaqrabu- qurbanan wa wirbanan (dikutip dari kamus Ibn Manzhur dan Munawir). Arti dari kata tersebut adalah dekat, maksudnya mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan mengerjakan perintah-Nya. Selain itu, kata kurban juga berkaitan dengan kata udhiyyah bentuk jamak dari kata dhahiyyah yang berasal dari kata dhaha (waktu dhuha). Maknanya yaitu, sembeluhan di waktu dhuha lada tanggal 10 sampai 13 bulan Dzulhijjah.

Sedangkan menurut istilah, kurban yaitu menyembelih hewan dengan tujuan beribadah kepada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah dan tiga hari tasyriq setelahnya 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Sedangkan aqiqah, menurut bahasa artinya memotong. Asal matanya aqqa- yauqqu- aqqan. Menurut para ulama, istilah memotong memiliki makna beragam. Yakni memotong atau menyembelih hewan dan memotong rambut bayi yang lahir. Menurut Abu Ubaid, aqiqah berarti rambut atau bulu yang ada di kepala bayi.
Menurut istilah, aqiqah bermakna pemotongan/ penyembelihan hewan dalam rangka tasyakuran kepada Allah SWT karena kelahiran anak (laki-laki maupun perempuan) disertai dengan pemotongan rambut bayi tersebut.

 

Perbedaan Kurban dan Aqiqah dari Sisi Tujuan Syariat

Dari sisi tujuan syariatnya, kurban dalam rangka memperingati pengorbanan Nabi Ibarahim as dan Nabi Ismail as. Seperti yang tercatat dalam Al-Quran, bahwa Allah SWT menguji Nabi Ibrahim as untuk menyembelih putra kesayangannya Nabi Ismail as. Akhirnya, mereka menunjukkan kesabaran, keteguhan dan ketaatan yang sangat mulia.
Hingga tiba saat Nabi Ismail hendak disembelih, Allah menggantinya dengan kehadiran domba putih besar yang langsung turun dari surga. Allah SWT berfirman:

ARTINYA: “MAKA TATKALA ANAK ITU SAMPAI (PADA UMUR SANGGUP) BERUSAHA BERSAMA-SAMA IBRAHIM, IBRAHIM BERKATA: “HAI ANAKKU SESUNGGUHNYA AKU MELIHAT DALAM MIMPI BAHWA AKU MENYEMBELIHMU. MAKA FIKIRKANLAH APA PENDAPATMU!” IA MENJAWAB: “HAI BAPAKKU, KERJAKANLAH APA YANG DIPERINTAHKAN KEPADAMU; INSYA ALLAH KAMU AKAN MENDAPATIKU TERMASUK ORANG-ORANG YANG SABAR” (QS. AS-SHAFAAT: 102).

Berbeda dengan kurban, aqiqah dilaksanakan dalam rangka bersyukur atas lahirnya sang anak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW,

TELAH MENCERITAKAN KEPADA KAMI ABU NU’MAN BERKATA, TELAH MENCERITAKAN KEPADA KAMI HAMMAD BIN ZAID DARI AYYUB DARI MUHAMMAD DARI SULAIMAN BIN AMIR, IA BERKATA, “PADA ANAK LELAKI ADA KEWAJIBAN AQIQAH.” DAN HAJJAJ BERKATA, TELAH MENCERITAKAN KEPADA KAMI HAMMAD BERKATA, TELAH MENGABARKAN KEPADA KAMI AYYUB DAN QATADAH DAN HISYAM DAN HABIB DARI IBNU SIRIN DARI SALMAN DARI NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM. DAN BERKATA TIDAK SATU ORANG DARI ASHIM DAN HISYAM DARI HAFSHAH BINTI SIRIN DARI AR RABAB DARI SALMAN BIN AMIR ADL DLABIYYI DARI NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM. DAN YAZID BIN IBRAHIM JUGA MENCERITAKAN DARI IBNU SIRIN DARI SALMAN PERKATAANNYA, DAN ASHBAGH BERKATA, TELAH MENGABARKAN KEPADAKU IBNU WAHB DARI JARIR BIN HAZIM DARI AYYUB AS SAKHTIYANI DARI MUHAMMAD BIN SIRIN BERKATA, TELAH MENCERITAKAN KEPADA KAMI SALMAN BIN AMIR ADL DLABBI IA BERKATA, “AKU MENDENGAR RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM BERSABDA: “PADA ANAK LELAKI ADA KEWAJIBAN ‘AQIQAH, MAKA POTONGKANLAH HEWAN SEBAGAI AQIQAH DAN BUANGLAH KEBURUKAN DARINYA.” (HR. BUKHORI. NO 5049)

Perbedaan dari Jenis Hewan yang Digunakan

Baca Juga :
Menurut Imam Madzhab hewan ternak yang boleh digunakan untuk berkurban adalah unta, sapi dan kambing. Namun dalam hal keutamaannya terdapat perbedaan. Imam Malik berpendapat bahwa yamg paling utama adalah kambing atau domba, kemudian sapi atau kerbau, lalu unta. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat sebaliknya, yaitu yang paling utama adalah unta, kemudian sapi, lalu kambing.

Untuk kriteria, seluruh hewan ternak yang akan disembelih harus sehat (tidak cacat), dan cukup usianya biasanya dilihat dari sudah berganti giginya. Jika menggunakan domba, minimal berusia satu tahun dan sudah ganti gigi. Jika menggunakan kambing, minimal sudah dua tahun. Sapi dan kerbau mencapai dua tahun lebih. Dan unta harus mencapai usia lima tahun atau lebih.
Sedangkan untuk aqiqah, penggunaan kambing sama dengan berkurban. Sehat, tidak cacat dan sudah berganti gigi. Parameter usianya adalah sudah cukup dewasa dengan berganti gigi. Untuk jenis kambing yang akan disembelih boleh dengan kambing apapun, seperti kambing kampung, domba, kibsy atau gibas. Penggunaan kambing sebagai hewan aqiqah, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW,

“(AQIQAH) UNTUK ANAK LAKI-LAKI ADALAH DUA KAMBING DAN UNTUK PEREMPUAN SATU KAMBING. BAIK BERJENIS KELAMIN JANTAN ATAU BETINA, TIDAK MASALAH” (SESUAI DALAM KITAB AL-MAJMU’ SARYH MUHAZZAB)

 

Perbedaan dari Jumlah Hewan yang Disembelih

Hadis sebelumnya, menyatakan tentang penggunaan kambing sebagai hewan sembelihan aqiqah. Selain itu juga menjelaskan mengenai jumlah hewan yang digunakan. Untuk kelahiran bayi laki-laki, maka diperintahkan untuk menyembelih dua ekor kambing. Sedangkan untuk kelahiran bayi perempuan diperintahkan untuk menyembelih seekor kambing saja.

 

Perbedaan Waktu Penyembelihan

Perbadaan kurban dan aqiqah selanjutnya dilihat dari waktu penyembelihan. Jika kurban, harus dilakukan pada tanggal 10, 11,12 dan 13 Dzulhijjah (pada Idul Adha dan hari Tasyrik saja). Seperti yang tertera dalam hadis Nabi Muhanmad SAW. Dari Aisyah ra menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah anak adam melakukan suatu amalan pada hati Nahr (Idul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (kurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.”(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim sanadnya sahih).
Sedangkan pelaksanaan aqiqah afdhalnya pada hari ketujuh dari kelahiran sang anak. Seperti dalam hadis Nabi Muhammad SAW,

“RASULULLAH SAW PERNAH BERAQIQAH UNTUK HASAN DAN HUSAIN PADA HARI KETUJUH DARI KELAHIRANNYA, BELIAU MEMBERI NAMA DAN MEMERINTAHKAN SUPAYA DIHILANGKAN KOTORAN DARI KEPALANYA (DICUKUR)”. (HR.HAKIM)

Dalam hal pelaksanaan aqiqah, jika orang tua tidak memiliki kecukupan ekonomi maka boleh dilakukan selain hari tersebut, bahkan bisa dikerjakan sampai anak tumbuh dewasa dan baligh. Saat sudah baligh dan ternyata orang tua belum bisa mengaqiqahkan Sang anak, maka kesunnahan mengaqiqahkannya sudah hilang. Kelak jika kondisi ekonomi anak cukup untuk aqiqah, bisa dilakukan sendiri.

Baca : 👉Blog Anak Sekolah_Materi Lengkap Anak Sekolah

Perbedaan dari Jumlah Pelaksanaan

Perbedaan kurban dan aqiqah dilihat dari jumlah pelaksanaannya sebagai berikut. Untuk aqiqah seumur hidup hanya diperintahkan sekali saja, maka tak perlu melakukan aqiqah jika sudah diaqiqahkan ketika kecil. Penegasan dalam hadis Nabi tentang perintah aqiqah untuk sekali dalam seumur hidup karena sebagai penebus atas lahirnya bayi tersebut. Rasulullah SAW bersabda,

“TIAP-TIAP ANAK TERGADAI (TERGANTUNG) DENGAN AQIQAHNYA YANG DISEMBELIH UNTUKNYA PADA HARI KE-7, DI HARI ITU IA DICUKUR RAMBUTNYA DAN DIBERI NAMA”. (HR. ABU DAWUD).

Berbeda dengan kurban, seseorang yang memiliki kecukupan harta, tidak dibatasi berapapun jumlah hewan yang akan dikurbankan. Begitu juga dengan jumlah pengulangan kurban, tidak dibatasai berapa kali selama seumur hidup. Jadi, bisa setiap tahun berkurban. Seperti yang dicontohkan Nabi Ibrahim as yang sangat gemar berkurban
Namun, Nabi Muhammad juga menegaskan kepada orang yang memiliki kelapangan harta untuk berkurban, Rasulullah SAW bersabda,

“BARANGSIAPA YANG BERKELAPANGAN HARTA NAMUN TIDAK MAU BERKURBAN MAKA JANGAN SEKALI-KALI MENDEKATI TEMPAT SHALAT KAMI.” (HR. IBNU MAJAH).

 

Perbedaan dari Pemberian Daging

Perbedaan antara kurban dan aqiqah selanjutnya yaitu pemberian daging kepada masyarakat / orang lain.
Seperti ungkapan Ibnu Rusyd, para ulama bersepakat bahwa orang yang berkurban diperuntahkan untuk turut ikut memakan daging dan menyedekahkannya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT,

“MAKA MAKANLAH SEBAGIANNYA (DAGING KURBAN) DAN BERILAH MAKAN ORANG YANG MERASA CUKUP DENGAN APA YANG ADA PADANYA (ORANG YANG TIDAK MEMINTA-MINTA) DAN ORANG YANG MEMINTA. (QS.AL-HAJJ:36)

Dalam kitab bidayatul mujtahid, pembagian daging kurban dianjurkan sebagai berikut, spertiga untuk disimpan, sepertiga didermakan dan spertiga dimakan. Adapun lenerima daging kurban diutamakan adalah kaum dhuafa atau fakir miskin.
Sedangkan daging aqiqah diberikan kepada siapapun, terutama pada tetangga terdekat, fakir miskin, saudara dan lainnya.

 

Perbedaan Wujud Daging yang Diberikan

Seperti yang sudah lazim kita ketahui, pembagian daging kurban selalu dalam kondisi mentah. Hal ini sangat berbeda dengan daging aqiqah yang justru harus dalam keadaan masak.

 

Perbedaan untuk Upah Penyembelih

Orang yang menyembelih hewan kurban tidak diberikan upah, biasanya hanya menerima daging dari hewan yang ia sembelih. Hal ini berbeda dengan aqiqah yang mana penyembelih hewan aqiqah boleh meminta upah pada empunya hajat.


Demikianlah perbedaan kurban dan aqiqah, semoga menjadi berkah dan bermanfaat. Amiiin
Mari beramal melalui tulisan ini....


Sunday, 19 July 2020

Bolehkah Berkurban Untuk Orang Yang Sudah Meninggal..??


Pengunjung blog dirahmati Allah swt. Bahwa hukum berkurban itu sendiri adalah sunnah muakkad. Tetapi khusus untuk Rasulullah saw hukumnya adalah wajib. Hal ini didasarkan kepada sabda beliau, salah satunya adalah yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi;

“Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk berkurban, dan hal itu merupakan sunnah bagi kalian” (HR. At-Tirmidzi).

Kesunnahan dalam hal ini adalah sunnah kifayah jika dalam keluarga adalah satu dari mereka telah menjalankan kurban maka gugurlah kesunnahan yang lain, tetapi jika hanya satu orang maka hukumnya adalah sunnah ‘ain.sedang kesunnahan berkurban ini tentunya ditujukan kepada orang muslim yang merdeka, sudah baligh, berakal dan mampu.

Baca Juga :
Kesunnahan dalam hal ini adalahsunnah kifayah jika dalam keluarga adalah satu dari mereka telah menjalankan kurban maka gugurlah kesunnahan yang lain, tetapi jika hanya satu orang maka hukumnya adalah sunnah ‘ain.sedang kesunnahan berkurban ini tentunya ditujukan kepada orang muslim yang merdeka, sudah baligh, berakal dan mampu.

وَالْاُضْحِيَة- ....(سُنَّةٌ) مُؤَكَّدَةٌ فِيحَقِّنَاعَلَى الْكِفَايَةِ إِنْ تَعَدَّدَ أَهْلُ الْبَيْتِ فَإِذَا فَعَلَهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ كَفَى عَنِ الْجَمِيعِ وَإِلَّا فَسُنَّةُ عَيْنٍ وَالْمُخَاطَبُ بِهَا الْمُسْلِمُ اَلْحُرُّ اَلْبَالِغُ اَلْعَاقِلُ اَلْمُسْتَطِيعُ
“Hukum berkurban adalah sunnah muakkad yang bersifat kifayah apabila jumlahnya dalam satu keluarga banyak, maka jika salah satu dari mereka sudah menjalankannya maka sudah mencukupi untuk semuanya jika tidak maka menjadi sunnah ain. Sedangkan mukhatab (orang yang terkena khitab) adalah orang islam yang merdeka, sudah baligh, berakal dan mampu” (Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, al-Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi asy-Syuja’, Bairut-Maktab al-Buhuts wa ad-Dirasat, tt, juz, 2, h. 588)

Sampai di sini tidak ada persoalan, tetapi persoalan kemudian muncul mengenai berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia. Biasanya hal ini dilalukan oleh pihak keluarganya, karena orang yang telah meninggal dunia sewaktu masih hidup belum pernah berkurban. Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin dengan tegas menyatakan tidak ada kurban untuk orang yang telah meniggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat.
. وَلَا تَضْحِيَةَ عَنْ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إذْنِهِ وَلَا عَنْ مَيِّتٍ إنْ لَمْ يُوصِ بِهَا

“Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1425 H/2005 M, h. 321) 

Setidaknya argumentasi yang dapat dikemukakanuntuk menopang pendapat ini adalah bahwa kurban merupakan ibadah yang membutuhkan niat. Karenanya, niat orang yang berkurban mutlak diperlukan.

Namun ada pandangan lain yang menyatakan kebolehan berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia sebagaimana dikemukakan oleh Abu al-Hasan al-Abbadi. Alasan pandangan ini adalah bahwa berkurban termasuk sedekah, sedangkan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama

لَوْ ضَحَّى عَنْ غَيْرِهِ بِغَيْرِإذْنِهِ لَمْ يَقَعْ عَنْهُ (وَأَمَّا) التَّضْحِيَةُ عَنْ الْمَيِّتِ فَقَدْ أَطْلَقَ أَبُوالْحَسَنِ الْعَبَّادِيُّ جَوَازَهَا لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ وَالصَّدَقَةُ تَصِحُّ عَنْ الْمَيِّتِ وَتَنْفَعُ هُوَتَصِلُ إلَيْهِ بِالْإِجْمَاعِ

“Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama” (Lihat Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 8, h. 406)

Baca : 👉Blog Anak Sekolah_Materi Lengkap Anak Sekolah

Di kalangan mazhab Syafi’i sendiri pandangan yang pertama dianggap sebagai pandangan yang lebih sahih (ashah) dan dianut mayoritas ulama dari kalangan mazhab syafi’i. Kendati pandangan yang kedua tidak menjadi pandangan mayoritas ulama mazhab syafi’i, namun pandangan kedua didukung oleh mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali. Hal ini sebagaimana yang terdokumentasikan dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah

 إِذَا أَوْصَى الْمَيِّتُ بِالتَّضْحِيَةِ عَنْهُ، أَوْ وَقَفَ وَقْفًا لِذَلِكَ جَازَ بِالاِتِّفَاقِ. فَإِنْ كَانَتْ وَاجِبَةً بِالنَّذْرِ وَغَيْرِهِ وَجَبَ عَلَى الْوَارِثِ إِنْفَاذُ ذَلِكَ. أَمَّا إِذَا لَمْ يُوصِ بِهَافَأَرَادَ الْوَارِثُ أَوْ غَيْرُهُ أَنْ يُضَحِّيَ عَنْهُ مِنْ مَال نَفْسِهِ، فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى جَوَازِ التَّضْحِيَةِ عَنْهُ، إِلاَّ أَنَّ الْمَالِكِيَّةَ أَجَازُوا ذَلِكَ مَعَ الْكَرَاهَةِ. وَإِنَّمَا أَجَازُوهُ لِأَنَّ الْمَوْتَ لاَ يَمْنَعُ التَّقَرُّبَ عَنِ الْمَيِّتِ كَمَا فِي الصَّدَقَةِ وَالْحَجِّ

“Adapun jika (orang yang telah meninggal dunia) belum pernah berwasiat untuk dikurbani kemudian ahli waris atau orang lain mengurbani orang yang telah meninggal dunia tersebut dari hartanya sendiri maka mazhab hanafii, maliki, dan hanbali memperbolehkannya. Hanya saja menurut mazhab maliki boleh tetapi makruh. Alasan mereka adalah karena kematian tidak bisa menghalangi orang yang meninggal dunia untuk ber-taqarrub kepada Allah sebagaimana dalam sedekah dan ibadah haji” (Lihat, Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyyah-Kuwait, Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwatiyyah, Bairut-Dar as-Salasil, juz, 5, h. 106-107)


Jadikan perbedaan pandangan para ulama dalam masalah fikih sebagai rahmat. Jika Anda dan saudara-saudara Anda ingin berkurban untuk orang tua yang telah meninggal dunia, maka berarti anda mengikuti pendapat ulama yang kedua, seperti dijelaskan di atas. Bahwa berkurban dalam hal ini dimaksudkan sebagai sedekah, sedangkan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.

Terima kasih sudah mengunjungi blog ini.
Mari berbagi dengan tulisan ini.
Semoga Bermanfaat.

Rukun dan Syarat Sah Hewan Qurban


RUKUN PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN
Apakah qurban sah atau tidak? Kamu harus tahu rukun qurban, dimana ada 4 hal yang harus terpenuhi agar qurban dinyatakan sah.
1.      Pekerjaan menyembelih qurban atau dzabbu
2.      Penyembelih hewan qurban atau dzabih
3.      Hewan yang akan disembelih
4.      Alat untuk menyembelih qurban
Jika keempat rukun sudah terpenuhi, maka bisa melakukan qurban. Nantinya qurban akan dinyatakan sah menurut syariat islam, namun jika ada salah satu rukun yang tidak terpenuhi, maka qurban tidak akan sah dan tidak bisa dilakukan amalan qurban, sekalipun dilakukan di tanggal 10-13 dzulhijjah.

Baca Juga :

4 SYARAT SAH HEWAN UNTUK QURBAN
Apakah semua hewan bisa untuk qurban? Tentu saja tidak, sesuai dengan ketentuan syarat hewan qurban, hanya hewan ternak saja. Dimana masih ada 4 kriteria lagi agar hewan sah untuk qurban di Hari Raya Idul Adha.

·         Usia Hewan Qurban

Sekalipun kamu memilih hewan ternak yang termasuk dalam jenis hewan qurban, tidak serta merta bisa digunakan untuk qurban. Dimana ada ketentuan umur hewan qurban yang disesuaikan dengan jenisnya.
Kambing hanya boleh usia di atas 1 hingga 2 tahun. Domba hanya boleh usia di atas 6 hingga 12 bulan. Sapi hanya boleh usia di atas 2 hingga 3 tahun. Unta hanya boleh usia di atas 5 hingga 6 tahun. Jika usia hewan yang akan dikurbankan kurang atau melebihi, maka tidak sah jika digunakan untuk qurban.

·         Kondisi Hewan Secara Fisik

Kamu juga harus memperhatikan kondisi hewan, selain dipastikan tidak dalam kondisi hamil atau sakit. Perhatikan kondisi fisiknya dan pastikan tidak terdapat cacat permanen, hal ini akan menyebabkan aib dan tidak sah qurbanya.
Cacat yang dimaksud penglihatan hewan berkurang misalkan seperti buta sebelah, tidak berjalan dengan normal karena kaki pincang. Badan hewan qurban sangat kurus sehingga tidak terdapat adanya sumsum tulang.

·         Status Kepemilikan Hewan

Saat membeli hewan qurban, tanya terlebih dahulu bagaimana kepemilikan nya atau siapa yang memiliki hewan qurban tersebut. Jangan sampai membeli bukan pada pemiliknya, bisa juga hewan hasil mencuri atau merampok. Nantinya tidak akan sah jadi hewan qurban.
Bahkan tidak sah jika hewan tersebut dalam kasus sengketa seperti masih digadaikan, hewan bagi waris atau status kepemilikan tidak pada perseorangan. Pasalnya tidak akan sah qurban seseorang jika nantinya ada yang mengatakan hewan tersebut masih jadi milik orang lain, sekalipun sudah disembelih.

·         Jenis dan Pembagian Hewan Qurban

Sudah dijelaskan jika hewan yang boleh digunakan untuk qurban hanya hewan ternak dalam kondisi sehat dan status kepemilikan jelas. Maka hukum hewan untuk qurban ini adalah sah dan boleh digunakan untuk qurban.
Bagaimana jika ingin qurban namun tidak mampu membelinya, ada beberapa alternatif pembagian hewan qurban. Seperti unta yang bisa digunakan untuk 10 orang, sedangkan sapi hanya boleh untuk 7 orang. Namun, ada juga hadist yang menyatakan sah hukumnya qurban seekor kambing untuk satu keluarga

Terimakasih, Semoga Bermanfaat.
Mari beramal melalui tulisan ini,....

Read Next


QURBAN_Tata Cara, Niat dan artinya sesuai Syariat.


Waktu Penyembelihan Hewan Qurban
Sebelum membahas bagaimana niat dan tata cara penyembelihan hewan kurban, kamu harus tahu waktu yang tepat untuk melakukan penyembelihan. Penyembelihan hewan qurban dapat dilakukan mulai dari tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah.
Sangat disarankan untuk menyembelih hewan qurban pada tanggal 10 Dzulhijjah atau bertepatan dengan hari raya idul adha. Keutamaan berkurban di Idul Adha sangat banyak, selain pahala yang besar juga kamu akan mendapatkan keberkahan.
Tentu saja untuk mendapatkan keberkahan kamu harus ikhlas dan niatkan berkurban karena Allah bukan karena ingin dipuji atau pamer. Jika waktu penyembelihan tidak mencukupi pada saat hari raya idul adha, penyembelihan bisa dilakukan pada hari tasyrik yaitu 11 sampai 13 Dzulhijjah.
Waktu penyembelihan yang tepat adalah setelah dilaksanakannya sholat idul adha sampai sebelum matahari terbenam. Lebih afdol jika dilakukan pada pagi hari agar di siang harinya daging qurban bisa langsung dibagikan kepada yang berhak.

Baca Juga :

Niat Qurban dan Artinya Untuk Diri Sendiri yang Berkurban
Niat dan doa menyembelih hewan qurban tidak ada aturan yang baku atau bacaan yang baku. Untuk orang yang akan memberikan qurban harus diniati dengan ikhlas karena Allah dan hanya mengharap ridha Allah.
Secara sederhana niat yang bisa dilafalkan adalah :
Saya berkurban atas nama diri  sendiri karena Allah Ta’ala.”
Jika kamu ingin meniatkan qurban dengan nama orang lain maka niatnya bisa :
Saya berkurban atas nama fulan bin fulan karena Allah Ta’ala.”
Niat ini bisa kamu lafalkan dalam hati ketika menyerahkan hewan qurban kepada panitia yang akan menyembelihnya. Pada saat penyembelihan hewan qurban sebaiknya kamu sebagai yang berkurban menyaksikannya.

Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban

Dalam penyembelihan hewan qurban tata caranya berbeda dengan menyembelih hewan biasa. Adapun tata cara menyembelih hewan qurban yaitu:
1.      Pertama posisikan hewan dengan posisi telentang miring dengan bagian leher menghadap keatas dan tubuh hewan serta orang yang akan menyembelih menghadap ke kiblat.
2.      Setelah itu bacalah basmillah secara lengkap.
3.      Kemudian bacalah sholawat nabi, disunahkan membaca 3 sampai dengan 7 kali.
4.      Selanjutnya membaca takbir sebanyak 3 kali secara bersama-sama bersama orang yang membantu menyembelih.
5.      Baca doa untuk menyembelih hewan qurban yaitu : “Allhauma hadzihi minka waalaika fataqabal mini ya karim”.
6.      Selesai berdoa potong leher hewan qurban dengan sekali gerakan agar hewan tidak tersiksa. Pastikan potong pada bagian urat kerongkongan dan urat nadi agar hewan bisa langsung mati. Gunakan pisau yang tajam dan bersih dari karat agar hewan tidak tersiksa atau merasakan sakit.
Setelah hewan qurban mati dengan sempurna maka segera lakukan pengulitan dan bagian dagingnya di berikan kepada yang berhak untuk menerima.

Mari berbagi melalui tulisan ini,..
Semoga bermanfaat.

Klik Ikuti untuk mendapatkan lebih banyak materi